Kisah Nabi Zakaria as bin Yahya
Tag :
Kisah Nabi Zakaria as bin Yahya
Cerita Para Nabi & Rosul - Kisah Nabi Zakaria as bin Yahya
Kisah Teladan Nabi Zakaria as adalah ayah dari Nabi Yahya as putera
tunggalnya yang lahir setelah ia mencapai usia sembilan puluh tahun.
Sejak beristeri Hanna, ibu saudaranya Maryam, Zakaria mendambakan
mendapat anak yang akan menjadi pewarisnya. Siang dan malam tiada
henti-hentinya ia memanjatkan doanya dan permohonan kepada Allah agar
dikurniai seorang putera yang akan dapat meneruskan tugasnya memimpin
Bani Israil.
Ia khuatir bahawa bila ia mati tanpa meninggalkan seorang pengganti, kaumnya akan kehilangan pemimpin dan akan kembali kepada cara-cara hidup mereka yang penuh dengan mungkar dan kemaksiatan dan bahkan mungkin mereka akan mengubah syariat Musa dengan menambah atau mengurangi isi kitab Taurat sekehendak hati mereka. Selain itu, ia sebagai manusia, ingin pula agar keturunannya tidak terputus dan terus bersambung dari generasi sepanjang Allah mengizinkannya dan memperkenankan.
Maqom Nabiyulloh Zakariya |
Ia khuatir bahawa bila ia mati tanpa meninggalkan seorang pengganti, kaumnya akan kehilangan pemimpin dan akan kembali kepada cara-cara hidup mereka yang penuh dengan mungkar dan kemaksiatan dan bahkan mungkin mereka akan mengubah syariat Musa dengan menambah atau mengurangi isi kitab Taurat sekehendak hati mereka. Selain itu, ia sebagai manusia, ingin pula agar keturunannya tidak terputus dan terus bersambung dari generasi sepanjang Allah mengizinkannya dan memperkenankan.
Nabi Zakaria tiap
hari sebagai tugas rutin pergi ke mihrab besar melakukan sembahyang
serta menjenguk Maryam anak iparnya yang diserahkan kepada mihrab oleh
ibunya sesuai dengan nadzarnya sewaktu ia masih dalam kandungan. Dan
memang Zakarialah yang ditugaskan oleh para pengurus mihrab untuk
mengawasi Maryam sejak ia diserahkan oleh ibunya. Tugas pengawasan atas
diri Maryam diterima oleh Zakaria melalui undian yang dilakukan oleh
para pengurus mihrab di kala menerima bayi Maryam yang diserahkan
pengawasannya kepadanya itu adalah anak saudara isterinya sendiri yang
hingga saat itu belum dikurniai seorang anak pun oleh Tuhan.
Suatu peristiwa
yang sangat menakjubkan dan menghairankan Zakaria telah terjadi pada
suatu hari ketika ia datang ke mihrab sebagaimana biasa. Ia melihat
Maryam disalah satu sudut mihrab sedang tenggelam dalam sembahyangnya
sehingga tidak menghiraukan bapa saudaranya yang datang menjenguknya. Di
depan Maryam yang sedang asyik bersembahyang itu terlihat oleh Zakaria
berbagai jenis buah-buahan musim panas. Bertanya-tanya Nabi Zakaria
dalam hatinya, dari mana datangnya buah-buahan musim panas ini, padahal
mereka masih berada dalam musim dingin. Ia tidak sabar menanti anak
saudaranya selesai sembahyang, ia lalu mendekatinya dan menegur bertanya
kepadanya: "Wahai Maryam, dari manakah engkau dapat ini semua?"
Maryam menjawab:
"Ini adalah pemberian Allah yang aku dapat tanpa kucari dan aku minta.
Diwaktu pagi dikala matahari terbit aku mendapatkan rezekiku ini sudah
berada didepan mataku, demikian pula bila matahari terbenam di waktu
senja. Mengapa bapa saudaranya merasa hairan dan takjub? Bukankah Allah
berkuasa memberikan rezekinya kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa
perhitungan?"
Maryam binti Imran
Maryam yang
disebut-sebut dalam kisah Zakaria adalah anak tunggal dari Imran seorang
daripada pemuka-pemuka dam ulama Bani Isra'il. Ibunya saudara ipar dari
Nabi Zakaria adalah seorang perempuan yang mandul yang sejak
bersuamikan Imran belum merasa berbahagia jika belum memperoleh anak. Ia
merasa hidup tanpa anak adalah sunyi dan membosankan. Ia sangat
mendambakan keturunan untuk menjadi pengikat yang kuat dalam kehidupan
bersuami-isteri, penglipur duka dan pembawa suka di dalam kehidupan
keluarga. Ia sangat akan keturunan sehingga bila ia melihat seorang ibu
menggandung bayinya atau burung memberi makan kepada anaknya, ia merasa
iri hati dan terus menjadikan kenangan yang tak kunjung lepas dari
ingatannya.
Tahun demi tahun
berlalu, usia makin hari makin lanjut, namun keinginan tetap tinggal
keinginan dan idam-idaman tetap tidak menjelma menjadi kenyataan.
Berbagai cara dicubanya dan berbagai nasihat dan petunjuk orang
diterapkannya, namun belum juga membawa hasil. Dan setelah segala daya
upaya yang bersumber dari kepandaian dan kekuasaan manusia tidak membawa
buah yang diharapkan, sedarlah isteri Imran bahawa hanya Allah tempat
satu-satunya yang berkuasa memenuhi keinginannya dan sanggup
mengurniainya dengan seorang anak yang didambakan walaupun rambutnya
sudah beruban dan usianya sudah lanjut.
Maka ia bertekad membulatkan harapannya hanya kepada Allah bersujud siang dan malam dengan penuh khusyuk dan kerendahan hati bernadzar dan berjanji kepada Allah bila permohonannya dikalbulkan, akan menyerahkan dan menghibahkan anaknya ke Baitul Maqdis untuk menjadi pelayan, penjaga dan memelihara rumah suci itu dan sesekali tidak akan mengambil manfaat dari anaknya untuk kepentingan dirinya atau kepentingan keluarganya.
Maka ia bertekad membulatkan harapannya hanya kepada Allah bersujud siang dan malam dengan penuh khusyuk dan kerendahan hati bernadzar dan berjanji kepada Allah bila permohonannya dikalbulkan, akan menyerahkan dan menghibahkan anaknya ke Baitul Maqdis untuk menjadi pelayan, penjaga dan memelihara rumah suci itu dan sesekali tidak akan mengambil manfaat dari anaknya untuk kepentingan dirinya atau kepentingan keluarganya.
Harapan isteri
Imran yang dibulatkan kepada Allah tidak tersia-sia. Allah telah
menerima permohonannya dan mempersembahkan doanya sesuai dengan apa yang
telah disuratkan dalam takdir-Nya bahwa dari suami isteri Imran akan
diturunkan seorang nabi besar. Maka tanda-tanda permulaan kehamilan yang
dirasakan oleh setiap perempuan yang mengandung tampak pada isteri
Imran yang lama kelamaan merasa gerakan janin di dalam perutnya yang
makin membesar. Alangkah bahagia si isteri yang sedang hamil itu, bahawa
idam-idamannya itu akan menjadi kenyataan dan kesunyian rumah tangganya
akan terpecahlah bila bayi yang dikandungkan itu lahir.
Ia bersama suami mulai merancang apa yang akan diberikan kepada bayi yang akan datang itu. Jika mereka sedang duduk berduaan tidak ada yang diperbincangkan selain soal bayi yang akan dilahirkan. Suasana suram sedih yang selalu meliputi rumah tangga Imran berbalik menjadi riang gembira, wajah sepasang suami isteri Imaran menjadi berseri-seri tanda suka cita dan bahagia dan rasa putus asa yang mencekam hati mereka berdua berbalik menjadi rasa penuh harapan akan hari kemudian yang baik dan cemerlang.
Ia bersama suami mulai merancang apa yang akan diberikan kepada bayi yang akan datang itu. Jika mereka sedang duduk berduaan tidak ada yang diperbincangkan selain soal bayi yang akan dilahirkan. Suasana suram sedih yang selalu meliputi rumah tangga Imran berbalik menjadi riang gembira, wajah sepasang suami isteri Imaran menjadi berseri-seri tanda suka cita dan bahagia dan rasa putus asa yang mencekam hati mereka berdua berbalik menjadi rasa penuh harapan akan hari kemudian yang baik dan cemerlang.
Akan tetapi
sangat benarlah kata mutiara yang berbunyi: "Manusia merancang, Tuhan
menentukan. Imran yang sangat dicintai dan sayangi oleh isterinya dan
diharapkan akan menerima putera pertamanya serta mendampinginya dikala
ia melahirkan , tiba-tiba direnggut nyawanya oleh Izra'il dan
meninggallah isterinya seorang diri dalam keadaan hamil tua, pada saat
mana biasanya rasa cinta kasih sayang antara suami isteri menjadi makin
mesra.
Rasa sedih yang
ditinggalkan oleh suami yang disayangi bercampur dengan rasa sakit dan
letih yang didahului kelahiran si bayi, menimpa isteri Imran di
saat-saat dekatnya masa melahirkan. Maka setelah segala persiapan untuk
menyambut kedatangan bayi telah dilakukan dengan sempurna lahirlah ia
dari kandungan ibunya yang malang menghirup udara bebas. Agak kecewalah
si ibu janda Imran setelah mengetahui bahawa bayi yang lahir itu adalah
seorang puteri sedangkan ia menanti seorang putera yang telah dijanjikan
dan bernadzar untuk dihibahkan kepada Baitulmaqdis.
Dengan nada kecewa dan suara sedih berucaplah ia seraya menghadapkan wajahnya ke atas: "Wahai Tuhanku, aku telah melahirkan seorang puteri, sedangkan aku bernadzar akan menyerahkan seorang putera yang lebih layak menjadi pelayan dan pengurus Baitulmaqdis. Allah akan mendidik puterinya itu dengan pendidikan yang baik dan akan menjadikan Zakaria, iparnya dan bapa saudara Maryam sebagai pengawas dan pemeliharanya.
Dengan nada kecewa dan suara sedih berucaplah ia seraya menghadapkan wajahnya ke atas: "Wahai Tuhanku, aku telah melahirkan seorang puteri, sedangkan aku bernadzar akan menyerahkan seorang putera yang lebih layak menjadi pelayan dan pengurus Baitulmaqdis. Allah akan mendidik puterinya itu dengan pendidikan yang baik dan akan menjadikan Zakaria, iparnya dan bapa saudara Maryam sebagai pengawas dan pemeliharanya.
Demikianlah maka
tatkala Maryam diserahkan oleh ibunya kepada pengurus Baitulmaqdis, para
rahib berebutan masing-masing ingin ditunjuk sebagai wali yang
bertanggungjawab atas pengawasan dan pemeliharaan Maryam. Dan kerana
tidak ada yang mahu mengalah, maka terpaksalah diundi diantara mereka
yang akhirnya undian jatuh kepada Zakaria sebagaimana dijanjikan oleh
Allah kepada ibunya.
Tindakan pertama
yang diambil oleh Zakaria sebagai petugas yang diwajibkan menjaga
keselamatan Maryam ialah menjauhkannya dari keramaian sekeliling dan
dari jangkauan para pengunjung yang tiada henti-hentinya berdatangan
ingin melihat dan menjenguknya. Ia ditempatkan oleh Zakaria di sebuah
kamar diatas loteng Baitulmaqdis yang tinggi yang tidak dapat dicapai
melainkan dengan menggunakan sebuah tangga.Zakarian merasa bangga dan
bahagia beruntung memenangkan undian memperolehi tugas mengawasi dan
memelihara Maryam secara sah adalah anak saudaranya sendiri. Ia
mencurahkan cinta dan kasih sayangnya sepenuhnya kepada Maryam untuk
menggantikan anak kandungnya yang tidak kunjung datang. Tiap ada
kesempatan ia datang menjenguknya, melihat keadaannya, mengurus
keperluannya dan menyediakan segala sesuatu yang membawa ketenangan dan
kegembiraan baginya. Tidak satu hari pun Zakaria pernah meninggalkan
tugasnya menjenguk Maryam.
Rasa cinta dan
kasih sayang Zakaria terhadap Maryam sebagai anak saudra isterinya yang
ditinggalkan ayahnya meningkat menjadi rasa hormat dan takzim tatkala
terjadi suatu peristiwa yang menandakan bahawa Maryam bukanlah gadis
biasa sebagaimana gadis-gadis yang lain, tetapi ia adalah wanita pilihan
Allah untuk suatu kedudukan dan peranan besar di kemudian hari.
Pada suatu hari
tatkala Zakaria datang sebagaimana biasa, mengunjungi Maryam, ia
mendapatinya lagi berada di mihrabnya tenggelam dalam ibadah berzikir
dan bersujud kepada Allah. Ia terperanjat ketika pandangan matanya
menangkap hidangan makanan berupa buah-buahan musim panas terletak di
depan Maryam yang lagi bersujud. Ia lalu bertanya dalam hatinya, dari
manakah gerangan buah-buahan itu datang, padahal mereka masih lagi
berada pada musim dingin dan setahu Zakaria tidak seorang pun selain
dari dirinya yang datang mengunjungi Maryam. Maka ditegurlah Maryam
tatkala setelah selesai ia bersujud dan mengangkat kepala: "Wahai
Maryam, dari manakah engkau memperolehi rezeki ini, padahal tidak
seorang pun mengunjungimu dan tidak pula engkau pernah meninggalkan
mihrabmu? Selain itu buah-buahan ini adalah buah-buahan musim panas yang
tidak dapat dibeli di pasar dalam musim dingin ini."
Maryam menjawab:
"Inilah peberian Allah kepadaku tanpa aku berusaha atau minta. Dan
mengapa engkau merasa hairan dan takjub? Bukankah Allah Yang Maha
Berkuasa memberikan rezekinya kepada sesiapa yang Dia kehendaki dalam
bilangan yang tidak ternilai besarnya?"
Demikianlah Allah
telah memberikan tanda pertamanya sebagai mukjizat bagi Maryam, gadis
suci, yang dipersiapkan oleh-Nya untuk melahirkan seorang nabi besar
yang bernama Isa Almasih a.s.
Kisah lahirnya
Maryam dan pemeliharaan Zakaria kepadanya dapat dibaca dalam Al-Quran
surah Ali Imran ayat 35 hingga 37 dan 42 hingga 44.
Nabi Zakaria, ayahnya Nabi Yahya
sedar dan mengetahui bahawa anggota-anggota keluarganya,
saudara-saudaranya, sepupu-sepupunya dan anak-anak saudaranya adalah
orang-orang jahat Bani Israil yang tidak segan-segan melanggar
hukum-hukum agama dan berbuat maksiat, disebabkan iman dan rasa
keagamaan mereka belum meresap betul didalam hati mereka, sehingga
dengan mudah mereka tergoda dan terjerumus ke dalam lembah kemungkaran
dan kemaksiatan. Ia khuatir bila ajalnya tiba dan meninggalkan mereka
tanpa seorang waris yang dapat melanjutkan pimpinannya atas kaumnya,
bahawa mereka akan makin rusak dan makin berani melakukan kejahatan dan
kemaksiatan bahkan ada kemungkinan mereka mengadakan perubahan-perubahan
di dalam kitab suci Taurat dan menyalah-gunakan hukum-hukum agama.
Kekhuatiran itu selalu mengganggu fikiran Zakaria disamping rasa sedih
hatinya bahawa ia sejak kahwin hingga mencapai usia sembilan puluh
tahun, Tuhan belum mengurniakannya dengan seorang anak yang ia
idam-idamkan untuk menjadi penggantinya memimpin dan mengimami Bani
Isra'il. Ia agak terhibur dari rasa sedih dan kekhuatirannya semasa ia
bertugas memelihara dan mengawasi Maryam yang dapat dianggap sebagai
anak kandungnya sendiri. Akan tetapi rasa sedihnya dan keinginanya yang
kuat untuk memperolhi keturunan tergugah kembali ketika ia menyaksikan
mukjizat hidangan makanan dimihrabnya Maryam. Ia berfikir didalam
hatinya bahawa tiada sesuatu yang mustahil di dalam kekuasaan Allah.
Allah yang telah memberi rezeki kepada Maryam dalam keadaan seorang diri
tidak berdaya dan berusaha, Dia pula berkuasa memberinya keturunan bila
Dia kehendaki walaupun usianya sudah lanjut dan rambutnya sudah penuh
uban.
Pada suatu malam yang sudah larut duduklah Zakaria di mihramnya
menghiningkan cipta memusatkan fikiran kepada kebesaran Allah seraya
bermunajat dan berdoa dengan khusyuk dan keyakinan yang bulat. Dengan
suara yang lemah lembut berucaplah ia dalam doanya: "Ya Tuhanku
berikanlah aku seorang putera yang akan mewarisiku dan mewarisi
sebahagian dari keluarga Ya'qub, yang akan meneruskan pimpinan dan
tuntunanku kepada Bani Isra'il.
Aku khuatir bahawa sepeninggalanku nanti anggota-anggota keluargaku akan rusak kembali aqidah dan imannya bila aku tinggalkan mati tanpa seorang pemimpin yang akan menggantikan aku. Ya Tuhanku, tulangku telah menjadi lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban sedang isteriku adalah seorang perempuan yang mandul namun kekuasaan-Mu adalah diatas segala kekuasaan dan aku tidak jemu-jemunya berdoa kepadamu memohon rahmat-Mu mengurniai kau seorang putera yang soleh yang engkau redhai."
Aku khuatir bahawa sepeninggalanku nanti anggota-anggota keluargaku akan rusak kembali aqidah dan imannya bila aku tinggalkan mati tanpa seorang pemimpin yang akan menggantikan aku. Ya Tuhanku, tulangku telah menjadi lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban sedang isteriku adalah seorang perempuan yang mandul namun kekuasaan-Mu adalah diatas segala kekuasaan dan aku tidak jemu-jemunya berdoa kepadamu memohon rahmat-Mu mengurniai kau seorang putera yang soleh yang engkau redhai."
Allah berfirman memperkenankan permohonan Zakaria: "Hai Zakaria Kami
memberi khabar gembira kepadamu, kamu akan memperoleh seorang putera
bernama Yahya yang soleh yang membenarkan kitab-kitab Allah menjadi
pemimpin yang diikuti bertahan diri dari hawa nafsu dan godaan syaitan
serta akan menjadi seorang nabi."
Berkata Zakaria: "Ya Tuhanku bagaimana aku akan memperolehi anak
sedangkan isteri adalah seorang perempuan yang mandul dan aku sendiri
sudah lanjut usianya."
Allah menjawab dengan firman-Nya: "Demikian itu adalah suatu hal yang
mudah bagi-Ku. Tidakkah aku telah ciptakan engkau padahal engkau di
waktu itu belum ada sama sekali?"
Berkata Zakaria: "Ya Tuhanku, berilah aku akan suatu tanda bahawa isteri
aku telah mengandung." Allah berfirman: "Tandanya bagimu bahawa engkau
tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari berturut-turut
kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah nama-Ku sebanyak-banyaknya serta
bertasbihlah diwaktu petang dan pagi hari."
Nabi Yahya bin Zakaria a.s. tidak banyak dikisahkan oleh Al-Quran
kecuali bahawa ia diberi ilmu dan hikmah selagi ia masih kanak-kanak dan
bahawa ia seorang putera yang berbakti kepada kedua ora ng tuanya dan
bukanlah orang yang sombong durhaka. Ia terkenal cerdik pandai,
berfikiran tajam sejak ia berusia muda, sangat tekun beribadah yang
dilakukan siang dan malam sehingga berpengaruh kepada kesihatan badannya
dan menjadikannya kurus kering, wajahnya pucat dan matanya cekung.
Ia dikenal oleh kaumnya sebagai orang alim menguasai soal-soal
keagamaan, hafal kitab Taurat, sehingga ia menjadi tempat bertanya
tentang hukum-hukum agama. Ia memiliki keberanian dalam mengambil
sesuatu keputusan, tidak takut dicerca orang dan tidak pula menghiraukan
ancaman pihak penguasa dalam usahanya menegakkan kebenaran dan melawan
kebathilan.
Ia selalu menganjurkan orang-orang yang telah berdosa agar bertaubat
dari dosanya. Dan sebagai tanda taubatnya mereka dipermandikan {
dibaptiskan } di sungai Jordan, kebiasaan mana hingga kini berlaku di
kalangan orang-orang Kristian dan kerana Nabi Yahya adalah orang pertama
yang mengadakan upacara itu, maka ia dijuluki "Yahya Pembaptis".
Dikisahkan bahawa Hirodus Penguasa Palestin pada waktu itu mencintai
anak saudaranya sendiri bernama Hirodia, seorang gadis yang cantik, ayu,
bertubuh lampai dan ramping dan berhasrat ingin mengahwininya. Sang
gadis berserta ibunya dan seluruh anggota keluarga menyentujui rencan
perkahwinan itu, namun Nabi Yahya menentangnya dan mengeluarkan fakwa
bahawa perkahwinan itu tidak boleh dilaksanakan kerana bertentangan
dengan syariat Musa yang mengharamkan seorang mengahwini anak saudaranya
sendiri.
Berita rencana perkahwinan Hirodus dan Hirodia serta fatwa Nabi Yahya
yang melarangnya tersiar di seluruh pelosok kota dan menjadi pembicaraan
orang di segala tempat di mana orang berkumpul. Herodia si gadis cantik
calon isteri itu merasa sedih bercampur marah terhadap Nabi Yahya yang
telah mengeluarkan fatwa mengharamkan perkahwinannya dengan bapa
saudaranya sendiri, fatwa mana telah membawa reaksi dan pendapat
dikalangan masyarakat yang luas. Ia khuatir bahawa bapa saudaranya
Herodus calon suami dapat terpengaruh oleh fatwa Nabi Yahya itu dan
terpaksa membatalkan perkahwinan yang sudah dinanti-nanti dan
diidam-idamkan, bahkan bahkan sudah menyiapkan segala sesuatu berupa
pakaian mahupun peralatan yang perlu untuk pesta perkahwinan yang telah
disepakati itu.
Menghadapi fatwa Nabi Yahya dan reaksi masyarakat itu, Herodia tidak
tinggal diam. Ia berusaha dengan bersenjatakan kecantikkan dan parasnya
yang ayu itu mempengaruhi bapa saudaranya calon suaminya agar rencana
perkahwinan dilaksanakan menurut rencana. Dengan merias diri dan
berpakaian yang merangsang, ia pergi mengunjungi bapa saudaranya Herodus
yang sedang dilanda mabuk asmara. Bertanya Herodus kepada anak
saudaranya calon isterinya yang nampak lebih cantik daripada biasa :
"Hai manisku, apakah yang dapat aku berbuat untukmu. Katakanlah aku akan
patuhi segala permintaanmu, kedatanganmu kemari pada saat ini tentu
didorong oleh sesuatu hajat yang mendesak yang ingin engkau sampaikan
kepadaku. Sampaikanlah kepadaku tanpa ragu-ragu, hai sayangku, aku sedia
melayani segala keperluan dan keinginanmu."
Herodia menjawab: "Bila Tuan Raja berkenan, maka aku hanya mempunyai
satu permintaan yang mendorongku datang mengunjungi Tuanku pada saat
ini. Permintaanku yang tunggal itu ialah kepala Yahya bin Zakaria orang
yang telah mengacau rencana kita dan mencemarkan nama baik Tuan Raja dan
namaku sekeluarga di segala tempat dan penjuru. Supaya dia dipenggal
kepalanya. Alangkah puasnya hatiku dan besarnya terima kasihku, bila
Tuanku berkenan meluluskan permintaanku ini".
Herodus yang sudah tergila-gila dan tertawan hatinya oleh kecantikan dan
keelokan Herodia tidak berkulik menghadapi permintaan calon isterinya
itu dan tidak dapat berbuat selain tunduk kepada kehendaknya dengan
mengabaikan suara hati nuraninya dan panggilan akal sihatnya.
Demikianlah maka tiada berapa lama dibawalah kepala Yahya bin Zakaria
berlumuran darah dan diletakkannya di depan kesayangannya Herodia yang
tersenyum tanda gembira dan puas hati bahawa hasratnya membalas dendam
terhadap Yahya telah terpenuhi dan rintangan utama yang akan menghalangi
rencana perkahwinannta telah tersingkirkan, walaupun perbuatannya itu
menurunkan laknat Tuhan atas dirinya, diri rajanya dan Bani Isra'il
seluruhnya.
Cerita tentang Zakaria dan Yahya terurai di atas dikisahkan oleh
Al-Quran, surah Maryam ayat 2 sehingga ayat 15, surah Ali Imran ayat 38
senhingga ayat 41 dan surah Al-Anbiya' ayat 89 sehingga ayat 90
0 komentar:
Post a Comment